KELAPA GADING Makin Mahal Makin Dicari
Harga tanah di Kelapa Gading sudah melebihi kawasan elit Pondok Indah.
"Saya mulai menghuni rumah saya 13 Maret 1977. Ukurannya cuma 5 x 18 dengan atap asbes. Harganya waktu itu Rp3 juta. Semua serba terbatas. Air masih pakai pompa kodok, air PAM belum ada. Listrik belum masuk, masih pakai disel. Lingkungan perumahan masih sepi, karena di sekitarnya belum ada perkampungan dan masih banyak rawa-rawa."
Kisah itu dituturkan Budi Susanto, salah satu penghuni pertama Kelapa Gading Permai, cikal bakal perumahan Summarecon Kelapa Gading, sekaligus salah satu pendiri PT Summarecon Agung Tbk, seperti dikutip dalam buku "Creating Land of Golden Opportunity" yang diterbitkan dalam rangka ulang tahun ke-30 Summarecon.
HARGA MEROKET
Kini setelah 29 tahun harga tanah di Kelapa Gading Permai, tempat Budi tinggal, sudah Rp5 juta per m2. Jadi kaveling seluas 5 x 15 itu nilainya sekarang Rp450 juta atau naik 50 persen rata-rata setiap tahun. Kenaikan setinggi itu dipicu banyak faktor. Di antaranya, lahan sudah menipis sementara yang berminat tinggal di Kelapa Gading kian banyak karena fasilitasnya makin komplit.
Semua kebutuhan tersedia di kawasan seluas 500 ha itu. Pusat belanja saja ada lima: Mai Kelapa Gading, Mai Artha Gading, Sport Mall, Mall Of Indonesia dan Kelapa Gading Trade Centre. Belum termasuk pusat gaya hidup seperti La Plaza dan Gading Batavia. Untuk tempat usaha ada ribuan ruko yang berjajar di sepanjang jalan-jalan utama.
"Peminat rumah di Kelapa Gading tidak hanya orang Jakarta. Setelah otonomi daerah saya juga dapat pembeli dari kota-kota di Sumatera dan Makassar," kata Wilson Hoo, Senior Manager Ray White Kelapa Gading.
Perilaku warga Kelapa Gading yang kebanyakan etnis Tionghoa dan gemar berinvestasi dalam properti, turut memicu kenaikan harga tanah itu. Mereka membeli rumah sebagai investasi, bukan semata tempat tinggal. David Candra, prinsipal Ray White Kelapa Gading Permai, bercerita, salah satu kliennya berani menjual rumahnya karena mendapat penawaran tinggi meskipun ia masih sangat menyenangi rumah tersebut.
CERDIK
Contoh lain saat krismon, saat bunga deposito mencapai 60 persen, banyak warga Kelapa Gading menjual rumahnya untuk ditanamkan di deposito. Untuk sementara mereka rela tinggal di rumah kontrakan. Begitu bunga turun dan dianggap sudah tidak menguntungkan, deposito ditarik untuk dibelikan rumah lagi.
Selain itu PT Summarecon Agung juga cerdik mengembangkan perumahannya. Developer terbesar di Kelapa Gading itu tidak pernah lagi melansir proyek baru dengan skala luas. Satu lokasi paling banter lima hektar dan dikembangkan dengan konsep baru. Di Gading Park View, misalnya, kata Johanes Mardjuki, Direktur Marketing PT Summarecon Agung, 60 persen lahannya dialokasikan untuk taman.
Sedangkan di Royal Gading Mansion, tamannya tidak seluas Gading Park View, tapi model rumahnya didesain modern. Sementara yang teranyar The Kew dikembangkan mirip lowrise apartment. Semua ruang terbuka di kawasan perumahan seluas 0,5 ha itu menjadi milik bersama termasuk mini-club house-nya.
Untuk memicu kenaikan harga penjualan dilakukan secara bertahap. Setiap tahap unit yang dipasarkan tidak banyak. Dengan demikian psikologi pasar menjadi panas, sehingga para peminat cepat mengambil keputusan. Pembeli tahap pertama berpotensi meraup untung besar, karena pada setiap tahap Summarecon menaikkan harga. Makanya belum sebulan, ungkap Wilson, rumah di The Kew sudah laku 14 dari 18 unit yang ditawarkan pada tahap pertama. Padahal harga satu unit Rp2,3 miliar lebih, belum termasuk pajak. Jumlah rumah keseluruhan 33 unit.
Daftar harga rumah Kelapa Gading per desember 2009
Bukit Gading Villa lt.420, lb 400 Rp.9.000.000.000
Artha Gading Villa lt.300, lb.500 Rp.7.200.000.000
Bukit Gading Mediterania lt.200, lb.290 Rp.3.400.000.000
The Kew lt.100, lb.200 Rp.2.500.000.000
Gading Kirana ( hook ) lt.305, lb.320 Rp.3.500.000.000
Janur Indah lt.220, lb.250 Rp.2.400.000.000
Janur Hijau lt.120. lb.90 Rp.500.000.000
Kelapa Molek lt.120, lb.90 Rp.430.000.000
Hibrida lt.90, lb.100 Rp.425.000.000